\
50
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
Homepage: http://journal.stie-yppi.ac.id/index.php/bam
ISSN (Cetak) : 2746-3354 ISSN (Online) : 2774-9908
PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT BERBASIS ENERGI BIOGAS SKALA RUMAH
TANGGA DARI KOTORAN SAPI DI DESA SELOTUMPENG KECAMATAN MIRIT
KABUPATEN KEBUMEN
Aji Yoga Anindita1*, Ella Izzatin Nada2,Mokh Sya’roni3,Mukhamad Rikza4, Ahmad Tajuddin Arafat5
1,3,5Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo Semarang 2Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Walisongo Semarang
4Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Walisongo Semarang
Abstrak Tingginya penggunaan energi tak terbarukan menjadi masalah nasional yang harus segera
dipecahkan. Biogas dapat menjadi solusi sebagai energi alternatif yang menghasilkan gas metan sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dapat dipergunakan untuk memasak. Tim Program Pengabdian UIN Walisongo Semarang melakukan pemberdayaan masyarakat di Desa Selotumpeng Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen dalam pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas sebagai sumber energi alternatif. Pelakasaan program ini menggunakan metode ABCD (Asset-based community development) dengan menfokuskan pada pengembangan aset Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki oleh desa tersebut, yaitu limbah ternak sapi untuk menjadi energi alternatif dan dapat mengembangkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pengabdian diawali dengan sosialisasi dan penyuluhan, pembuatan instalasi biogas dan uji coba Instalasi biogas.
Kata Kunci : Energi, Biogas, Pemberdayaan Masyarakat
A. PENDAHULUAN
Pembangunan fisik dan ekonomi selalu dianggap menjadi tolak ukur keberhasilan
pembangunan. Pengolahan sumber daya alam menjadi alternatif yang efektif dalam
pembangunan ekonomi. Sumber daya alam yang senantiasa dimanfaatkan melebihi daya
dukungnya, bahkan dirusak tanpa adanya upaya pemulihan dapat mengakibatkan kepunahan,
ketidakseimbangan, dan berdampak kepada timbulnya permasalahan- permaslahan baru
(Harahap, 2018).
Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dipecahkan serta dicarikan
jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah tangga,
maupun untuk industri dan transportasi. Padahal, ketahanan dan ketersediaan bahan bakar
merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu negara. Indonesia merupakan
negara dengan potensi sumber daya energi yang sangat beragam, dengan sumber energi yang
bersifat terbarukan (renewable recources) dan sumber energi yang bersifat tak terbarukan
(unrenewable resources). Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang berkelanjutan
jika dilakukan pengelolaan yang baik dalam pemanfaatan.
51
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
Sedangkan sumber energi tak terbarukan adalah sumber energi yang akan habis jika
dieksploitasi secara terus menerus (Aisah & Herdiansyah, 2019). Sumber energi tak terbarukan
inilah yang menjadi permasalahan nasional saat ini. Tingginya ketergantungan masyarakat atas
pemanfaatan sumber daya energi tak terbarukan menjadi tantangan tersendiri dalam
pengelolaannya. Konsumsi energi tak terbarukan di Indonesia terhitung hingga tahun 2011
didominasi oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan pangsa 32,7% (47,7%, tanpa biomasa),
diikuti oleh biomasa 25,1%, batu bara 13%, gas bumi 10,8%, listrik 8,8%, dan sisanya adalah
LPG, produk BBM lain, dan briket(Kementerian, 2013). Semakin tahun, energi-energi tak
terbarukan tersebut akan berkurang bahkan habis.
Mengkrucut pada penggunaan energi dalam skala rumah tangga, program konversi
minyak tanah ke LPG mengakibatkan kebutuhan LPG nasional meningkat dengan sangat cepat
tanpa diimbangi oleh sisi produksinya. Kebutuhan akan minyak bumi dapat dikatakan berkurang
dengan program tersebut, namun energi alternatif yang digunakan dengan sumber energi tak
terbarukan pula yang berupa gas alam justru menjadi permasalahan nasional baru. Semakin
meningkatnya penggunaan LPG dalam sektor rumah tangga menjadikan total kebutuhan LPG
nasional telah mencapai 4,3 juta ton pertahun (Kementerian, 2013).
Energi menjadi salah satu sumber kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam aktifitas
masyarakat, salah satunya adalah untuk memasak. Ketergantungan masyarakat akan energi,
juga dapat menyebabkan bertambahnya kebutuhan yang harus menjadi bagian dalam
pengeluaran belanja oleh masyarakat itu sendiri. Penyebab kemiskinan energi adalah ketika
masyarakat tidak mampu secara ekonomi untuk mengakses energi (affordability) (Tumiwa &
Imelda, 2011).
Untuk mengatasi permasalahan energi tersebut, maka diperlukan suatu bentuk
pemberdayaan, baik yang berasal dari pemerintah atau masyarakat sendiri. Program
pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi permasalahan keterbatasan energi tersebut, salah
satunya dapat diwujudkan melalui pemanfaatan kotoran hewan ternak untuk dijadikan biogas.
Pemanfaatan biogas mampu menyediakan sumber energi alternatif, mengurangi biaya
pengeluaran rumah tangga, menekan penggunaan energi bersubsidi dari pemerintah dan
melestarikan lingkungan (Harahap, 2018). Untuk itu, sebagai tim Program Pengabdian UIN
Walisongo Semarang melakukan pemberdayaan masyarakat di Desa Selotumpeng Kecamatan
Mirit Kabupaten Kebumen dalam pemanfaatan kotoran ternak sapi sebagai sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan.
Pemilihan lokasi Program Pengabdian Mahasiswa tersebut di Desa Selotumpeng
Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen dilakukan untuk mengembangkan potensi yang ada di
daerah ini, yaitu ternak sapi. Secara umum hampir seluruh masyarakat Desa Selotumpeng,
memiliki ternak sapi, selain bermata pencaharian sebagai petani. Badan Pusat Statistika
52
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
Kabupaten Kebumen menyebutkan bahwa jumlah ternak sapi di Desa Selotumpeng Kecamatan
Mirit Kabupaten Kebumen pada tahun 2019 berjumlah 376 ekor (Badan Pusat Statistika
Kabupaten Kebumen, 2019).
B. METODE PELAKSANAAN
TIM Program Pengabdian Masyarakat UIN Walisongo di Desa Selotumpeng Kecamatan
Mirit Kabupaten Kebumen menggunakan metode ABCD (Asset-based community development).
Metode ini merupakan istilah model pemberdayaan yang dikemukakan oleh John Mcknight dan
Jody Kretzmann dari Institute for Policy Research University of Northwestern Illinois, USA. ABCD
merupakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang berlawanan atau ingin mengoreksi
konsep lama yang berpusat pada prinsip pemenuhan kebutuhan masyarakat (needs-based ap-
proach) (Cunningham, 2008).
Metode ABCD dipilih karena mengarah kepada konteks pemahaman dan internalisasi
aset, potensi, kekuatan, dan pendayagunaannya secara mandiri dan maksimal oleh masyarakat
sendiri dalam kerangka menuju peningkatan kesejahteran dan keberdayaan semua elemen
masyarakat. Jadi, pendekatan ini berfokus pada aset yang dimiliki masyarakat (aset based) dan
kemandirian (comunity-driven development). Metode pemberdayaan ini menyadari bahwa
betapun rendahnya pendapatan masyarakat di suatu daerah pastinya memiliki aset tertentu
yang dapat dikembangkan (half-full glas approach) (Diarta et al., 2009).
Pendekatan ini juga mengakui bahwa masyarakat memiliki kapasitas dan asosiasi yang
dapat menjadi aset membangun masyarakat yang kuat. Pengakuan terhadap kapasitas ini
memandang masyarakat mulai dapat memadukan kekuatannya dalam kombinasi sedemikian
rupa sehingga membuka struktur baru, peluang, kesempatan, sumber baru pendapatan, dan
kemungkinan baru untuk produktif (Diarta et al., 2009). Dengan metode tersebut, tim program
pengabdian akan menfokuskan pada pengembangan aset SDA yang dimiliki oleh desa tersebut,
yaitu limbah ternak sapi untuk menjadi energi alternatif dan dapat mengembangkan
kesejahteraan masyarakat.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberdayaan merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal
dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui
collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan
kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial (Mardikanto & Soebiato, 2012). Pemberdayaan
juga dapat diartikan sebagai upaya untuk membangun kemampuan masyarakat dan mendorong,
memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk
mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata (Zubaedi, 2016).
Prinsip dari pemberdayaan yaitu melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan
53
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif. Dampak langsung
yang dikendaki oleh masyarakat dari proses pemberdayaan adalah segi ekonominya. Salah satu
bentuk dari dampak ekonomi adalah kemudahan masyarakat mengakses sumber-sumber
ekonomi. Sumber ekonomi yang ada di dalam masyarakat bisa saja sumber ekonomi alam dan
sumber ekonomi yang berasal dari manusia (Edi, 2005).
Sama halnya dengan masyarakat Desa Selotumpeng, Mirit, Kebumen yang memiliki
potensi untuk dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi masyarakat berbasis energi.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa jumlah ternak sapi di Desa Selotumpeng Kecamatan
Mirit Kabupaten Kebumen pada tahun 2019 berjumlah 376 ekor (Badan Pusat Statistika
Kabupaten Kebumen, 2019). Tingginya jumlah ternak sapi, tentunya juga mengakibatkan
tingginya kotoran sapi (limbah) yang akan sia-sia jika tidak dimanfaatkan dan justru
menimbulkan permasalahan baru, yaitu lingkungan.
1. Biogas Sebagai Energi Alternatif
Biogas merupakan bahan bakar gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau
fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia, hewan, limbah
domestik (rumah tangga), dan degradasi anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri
anaerobik. Metana dalam biogas, apabila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batubara
dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material
dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Pada umumnya biogas terdiri atas gas
metana (CH4) 50 samapi 70%, gas karbon dioksida (CO2) 30 sampai 40%, hidrogen (H2) 5
sampai 10%, dan gas-gas lainnya dalam jumlah yang sedikit ini (Wahyuni, 2009).
Manfaat energi biogas adalah menghasilkan gas metan sebagai pengganti bahan bakar
khususnya minyak tanah dan dapat dipergunakan untuk memasak. Dalam skala besar, biogas
dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi
biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk
organik pada tanaman atau budidaya pertanian. Manfaat energi biogas yang lebih penting
lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang
tidak dapat diperbaharui (Wahyuni, 2009).
Oleh karena pemerintah juga mendorong upaya-upaya untuk penggunaan sumber-
sumber energi alternatif lainnya yang dianggap layak dilihat dari segi teknis, ekonomi, dan
lingkungan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5
tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi
alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada
sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak
(Setiawan, 2002).
54
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Proses ini merupakan peluang besar
untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan
bakar fosil atau energi-energi tak terbarukan (Setiawan, 2002).
2. Pelaksanaan Kegiatan
a. Sosialisasi dan Penyuluhan
Sebelum program pembuatan biogas, masyarakat, khusunya kelompok tani,
diberikan sosialisasi tentang manfaat biogas, tujuan dari pembuatan biogas, biaya
pembuatan biogas mandiri berbahan drum dan persiapan-persiapan lainnya sampai
pelaksanaan ujicoba biogas. Sosialisasi dilakukan oleh Tim Pengabdian UIN Walisongo
Semarang yang bekerjasama dengan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dan
Lingkungan Hidup (Perkim-LH) Kabupaten Kebumen. Sosialisasi dilakukan di Aula Balai
Desa Selotumpeng, Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen.
Sasaran pertama dari program pemberdayaan masyarakat berbasis energi ini
adalah kelompok tani di Desa Selotumpeng yang notabenya juga memiliki ternak sapi. Di
mana terdapat empat kelompok tani yang tersebar di masing-masing pedukuhan. Empat
kelompok tani tersebut di antaranya, Sri Widodo (Dukuh Abean), Sri Utomo (Dukuh
Trukan), Tegal Dadi (Dukuh Sampang Kulon), dan Karya Utama (Dukuh Sampang Wetan).
Gambar 1 : Sosialisasi dan Penyuluhan Biogas bekerjasama dengan Dinas Perkim-LH
Kabupaten Kebumen.
b. Pembuatan Instalasi Biogas
Instalasi biogas dibuat satu unit yang nantinya digunakan sebagai percontohan.
Untuk membuat unit produksi biogas skala rumah tangga tidak perlu mengeluarkan biaya
yang banyak. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan instalasi biogas adalah
drum bekas dan pipa berukuran 2 inci untuk memasukan kotoran dan pengeluaran
kotoran. Bahan-bahan lainya berupa pipa logam dengan diameter ½ inci, untuk ujung
55
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
pengeluaran gas dan satu plastik, selain itu pula dibutuhkan pula pipa karet atau paralon
seperlunnya berdiameter ½ inci, sebagai penyaluran gas dari tangki percerna ke kompor.
Cara pembuatan instalasi biogas secara sederhana dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Bak Fermentasi (Digester) menggunakan satu drum besar. Bak ini terbuat dari tiga
buah drum dengan posisi direbahkan yang sisinya dilubangi dan kemudian disambung
dengan cara di las. Bak dilengkapi dengan pipa pemasukan isian (inlet) dan pipa
pengeluaran pembuangan (outlet) yang dipasang dengan sudut kemiringan 450. Bak
ini diisi kotoran sapi sebanyak lebih kurang ¾ drum. Bak fermentasi ini merupakan bak
penghasil gas yang selanjutnya dihubungkan dengan plastik pengumpul gas dengan
pipa.
2) Plastik Pengumpul Gas. Plastik ini dibuat terpisah dengan bak fermentasi dan
dihubungkan dengan selang dari bak fermentasi/penghasil gas disatu sisi dan sisi
lainnya ke kompor. Plastik ini digunakan untuk memudahkan pengamatan apabila gas
sudah terbentuk.
Gambar 2 : Pembuatan instalasi biogas skala rumah tangga dari kotoran sapi di salah satu rumah petani sekaligus peternak sapi
Dalam pembuatan instalasi biogas perlu juga diperhatikan penempatannya.
Tempat terbaik dan teraman untuk meletakkan unit produksi biogas adalah sekurang-
kurangnya 10 meter dari rumah. Terpisah dari tempat memasak sumber air, sehingga
limbah tidak mencapai sumber air bersih dan tidak mencemari kehidupan keluarga
serta tempat pengolahan pangan ketika memasukkan limbah tanaman dan kotoran
ternak dan bahan organik biogas. Namun, dianjurkan juga menempatkan unit biogas
tidak terlalu jauh dari rumah, agar tidak mengeluarkan lebih banyak biaya karena
membutuhkan pipa gas yang lebih panjang. Pipa gas harus dijaga dan dicegah jangan
sampai bocor dan jika dipasang menyeberang jalan, hendaknya dibenam ke dalam
tanah (Junaidi, 2002).
56
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
c. Uji Coba Instalasi Biogas Uji coba dilakukan setelah gas yang ada dalam instalasi biogas terbentuk terlihat
dengan menggelembungnya plastik yang digunakan untuk penampung gas. Setelah
digester mampu menghasilkan gas, maka plastik penampung gas dihubungkan dengan
kompor. Uji coba dilakukan dengan cara membuka secara perlahan-lahan kran gas dari
digester. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada gas yang terbentuk, yang dicirikan
adanya penggelembungan plastik dan bau gas seperti bau khas kotoran sapi. Gas mulai
terbentuk pada hari ke -15, dan maksimum tercapai pada hari ke-20. Setelah gas keluar
selanjutnya digester diisi kembali dengan kotoran sapi segar sebanyak 3- 4 ember.
Gas yang dihasilkan dari fermentasi kotoran ternak dengan instalasi biogas
sederhana ini sudah mampu mencukupi kapasitasnya dalam menghasilkan gas yang bisa
digunakan untuk menyalakan kompor. Untuk perawatannya, disarankan, pembuatan
biogas dengan instalasi sederhana ini sebaiknya pemberian kotoran sapi dilakukan setiap
hari dengan jumlah sekitar 3 – 4 ember ukuran sedang.
Gambar 3 : Setelah 15 hari gas mulai terbentuk dicirkan dengan penggelembungan
plastik dan bau gas seperti bau khas kotoran sapi
Setelah dilakukan uji coba dan memperlihatkan manfaat kotoran sapi sebagai
energi alternatif untuk memasak, perlu dilakukan pembinaan lanjutan kepada
masyarakat, khususnya kelompok tani. Pembinaan dilakukan dalam pengisian kotoran
sapi pada instalasi Biogas yang telah dibuat.Pengisian kotoran ternak dilakukan setiap hari
sebanyak 3-4 ember ke dalam Bak digester melalui lubang pemasukan/ Corong/ Inlet.
Diharapkan dengan percontohan unit instalasi biogas yang dibuat, dapat memacu
masyarakat lain untuk memanfaatkan kotoran sapi sebagai penghasil energi yang selama
ini sangat dibutuhkan.
57
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
Gambar 4 : Kompor dari biogas menyala dan dapat digunakan untuk memasak.
D. SIMPULAN
Sumber energi tak terbarukan menjadi permasalahan nasional saat ini yaitu tingginya
ketergantungan masyarakat atas pemanfaatan sumber daya energi tak terbarukan menjadi
tantangan tersendiri dalam pengelolaannya. Biogas dapat menjadi sumber energi alternatif yang
bermanfaat sebagai pengganti bahan bakar seperti minyak tanah dan gas alam untuk memasak.
Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat
digunakan sebagai pupuk organik untuk pertanian. Pembuatan instalasi biogas dilakukan di Desa
Selotumpeng, Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen karena mempunyai potensi ternak sapi
yang memadai dan menghasilkan kotoran sapi yang cukup banyak sehingga perlu diolah menjadi
biogas agar tidak mencemari lingkungan. Tahapan pembuatan instalasi biogas dimulai dengan
pembuatan bak fermentasi menggunakan drum besar, kemudian pembuatan plastik pengumpul
gas dan terakhir dilakukan ujicoba instalasi biogas
E. DAFTAR PUSTAKA
Aisah, I. U., & Herdiansyah, H. (2019). Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Desa Mandiri Energi. Share: Social Work Journal, 9(2), 130– 141.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Kebumen. (2019). Kecamatan Mirit dalam Angka (2019th ed.). BPS Kabupaten Kebumen. https://doi.org/110201.3305080
Cunningham, G. (2008). Stimulating asset based and community driven development: Lessons from five communities in Ethiopia. From Clients to Citizens, Communities Changing the Course of Their Own Development, 263–298.
Darmawi, D. (2009). Peranan biogas limbah ternak sapi bantuan PT. Petrochina bagi peternak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu- Ilmu Peternakan, 191–195.
Diarta, I. K. S., SP, M. A., & DIARTA, I. K. S. (2009). Pro Poor Tourism Dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin Tinjauan Teoritis Pendekatan Metode Asset Based And Community-Driven Development. Jurnal Kepariwisataan Indonesia, 4(1).
Edi, S. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama. Elizabeth, R., & Rusdiana, S. (2011). Efektivitas Pemanfaatan Biogas Sebagai Sumber
58
Buletin Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1, Agustus 2020
Bahan Bakar Dalam Mengatasi Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan. Prosiding Seminar Nasional Era Baru Pembangunan Pertanian: Strategi Mengatasi Masalah Pangan, Bioenergi Dan Perubahan Iklim. Pusat Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Bogor (ID): P, 220–234.
Harahap, F. I. N. (2018). Dampak pemberdayaan masyarakat melalui program biogas dalam mewujudkan kemandirian energi. JPPM (Jurnal Pendidikan Dan Pemberdayaan Masyarakat), 5(1), 41–50.
Junaidi, M. (2002). Sami’an, 2002,”. Pemanfaatan Teknologi Biogas Sebagai Sumber Energi Ramah Lingkungan Dl Perusahaan Susu Umbul Katon Surakarta”, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementerian, E. (2013). Supply Demand Energi. Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM. Jakarta