Date post: | 12-Oct-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | muhammad-fiki-fauzan |
View: | 26 times |
Download: | 1 times |
of 35
5/21/2018 1. fraktur
1/35
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.TulangI.1.1. Anatomi
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif,
proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme
kalsium dan mineral, dan organ hematopoetik. Tulang termasuk jaringan
pengikat khusus yang terdiri atas bahan antar sel yang mengalami
kalsifikasi/mineralisasi dan beberapa macam sel-sel tulang seperti
osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:
1. Tulang panjang (femur, tibia, ulna dan humerus)2. Tulang pendek (vertebra dan tulang-tulang karpal)3. Tulang pipih (iga, scapula dan pelvis)
Secara makroskopis terdiri dari substantia compacta dan substantia
spongiosa. Lapisan superficialis tulang disebut periosteum dan lapisanprofunda disebut endosteum. Bagain tengah os longum disebut corpus,
ujung tulang berbentuk konveks atau konkaf, membesar, membentuk
persendiaan dengan tulang lainnya.
Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang disebut diaphysis,
ujung tulang disebut epiphysis dibentuk oleh cartilago, dan bagian
diantara keduanya disebut metaphysis, tempat pertumbuhan memanjang
dari tulang (peralihan antara cartilago menjadi osseum). Tulang terdiri
atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya
dilapisi oleh periosteum. Pada anak lebih tebal daripada orang dewasa,
yang memungkingkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat
dibandingkan orang dewasa (Rasjad, 2007; Buranda, 2011).
5/21/2018 1. fraktur
2/35
Gambar 1. Anatomi Tulang
I.1.2. Histologi dan Fisiologi
I.1.2.1. Berdasarkan histologisnya, maka dikenal :
a. Tulang imatur (non-lamellar, woven bone, fiber bone)b.
Tulang matur (matur bone, lamellar bone)
- Tulang kortikal- Tulang trabekular
Secara histologis perbedaan tulang matur dan imatur terutama
dalam jumlah sel, jaringan kolagen dan mukopolisakarida. Tulang
imatur ditandai dengan sistem Haversian atau osteon yang
memberikan kemudahan sirkulasi melalui korteks yang tebal.
Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi
semen dan mineral disbanding dengan tulang matur (Rasjad, 2007).
I.1.2.2. Selsel tulang dan Fungsinya
Osteoblas merupakan salah satu jenis hasil diferensiasi sel
mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan
osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi
organik intraseluler dan matriks, dimana kalsifikasi terjadi di
5/21/2018 1. fraktur
3/35
kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut
osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan
disebut tulang. Sesaat setelah osteoblas dikelilingi oleh substansi
organik intraseluler, disebut osteosit dimana kejadian ini terjadi
dalam lakuna.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh
permukaan tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi serta
mengeluarkan tulang yang disebut osteoklas. Kalsium hanya dapat
dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoklasis yang
menghilangkan matriks organic dan kalsium secara bersamaan
disebut deosifikasi (Rasjad, 2007).
I.1.2.3. Proses osteogenesis
a. Osifikasi Intramembranosa (Desmalis / langsung)Awalnya beberapa sel mesenkhim dalam membran mesenkhim
berdiferensiasi menjadi fibroblas untuk membentuk sabut
sabut kolagen sehingga terbentuk jaringan pengikat longgar
berupa membran. Osifikasi dimulai saat sekelompok sel
mesenkhim yang lain berdiferensiasi menjadi osteoblas di dalam
membran jaringan pengikat yang terbentuk. Terjadi pada tulang
pipih.
b. Osifikasi EndokondralDiawali dengan pembentukan tulang rawan pada epifisis
kemudian terjadi kalsifikasi pada matrik tulang rawan.
Akibatnya sel tulang rawan mati lalu ditempati osteoblas.
Setelah itu akan terjadi pembentukan tulang seperti biasanya.Proses osifikasi endokondral pada epifisis sebagai berikut :
Pusat osifikasi di sini mirip dengan pusat osifikasi pada diafisis
tetapi pertumbuhan lebih lanjut tidak secara memanjang tetapi
radier.
5/21/2018 1. fraktur
4/35
Gambar 2. Pertumbuhan tulang
I.1.2.4. Komposisi tulang
a. Substansi organik : 35%b. Substansi inorganik: 45%c. Air : 20%
I.1.2.5. Fungsi utama tulang
1. Membentuk rangka badan2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot3. Bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan organ
dalam
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemopoetik
(Rasjad, 2007).
I.2.FrakturI.2.1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(De Jong, 2003).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial
(Rasjad, 2007).
5/21/2018 1. fraktur
5/35
I.2.2. Etiologi
a. Cedera Traumatik1. Kekerasan langsung: menyebabkan fraktur pada titik terjadinya
kekerasan.
2. Kekerasan tidak langsung: menyebabkan fraktur ditempat yangjauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang fraktur biasanya
adalah bagian yang palng lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: fraktur akibat tarikan otot agakjarang terjadi. Contoh fraktur akibat tarikan otot adalah fraktur
patela dan olekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi.
b. Fraktur PatologiDalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur.
c. Secara SpontanDisebabkan oleh stress tulang yang terus menerus (Oswari, 2000).
I.2.3. Klasifikasi
Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar dibagi menjadi 2 yaitu, fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh,
tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka.
a. Patah tulang terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan olehberat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi fragmen
minimal
II Laserasi > 2 cm, kontusi otot
disekitarnya
Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, rusak hebat, atau
hilangnya jaringan disekitarnya
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada yang
5/21/2018 1. fraktur
6/35
hilang.
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo and Anderson (1976)
Tipe Batasan
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang
berat.
III Kerusakan jaringan yang berat dan luas, fraktr segmental
terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan
tinggi, fraktur yang perlu repair vaskuler, dan fraktur yang
lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III Gustillo and Anderson (1976)
oleh Gustillo Mendoza dan William (1984).
Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat,
periosteal striping atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat
tingkat kerusakan jaringan lunak
Gambar 3. Jenis-jenis fraktur
5/21/2018 1. fraktur
7/35
b. Berdasarkan Etiologis1. Fraktur traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba.2. Fraktur patologis, terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang.
Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat akibat
trauma ringan.
3. Fraktur stres, terjadi karena adanya trauma yang terus-meneruspada suatu tempat tertentu.
c. Berdasarkan Lokalisasi1. Fraktur diafisis2. Fraktur metafisis3. Dislokasi dan fraktur4. Fraktur Intra-artikuler
d. Berdasarkan Derajat atau Luas Garis Fraktur1. Complete, tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau
lebih.
2. Incomplete (Parsial), bila antara patahan tulang masih terjadihubungan sebagian. Fraktur Parsial terbagi lagi menjadi:
-Fisura/ Crack/ HairlineTulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat. Fisura
tulang dapat disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau oleh
cedera terus menerus yang cukup lama, seperti juga ditemukan
pada retak stress pada struktur logam.
-Patah Dahan Hijau (Greenstick Fracture)Patah tulang dahan hijau adalah fraktur dimana patah tulang padasatu sisi sedangkan pada sisi lainnya membengkok. Fraktur ini
terjadi pada anak-anak.
-Buckle Fracture atau torus fractureFraktur di mana korteksnya melipat ke dalam dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
4. Berdasarkan Garis Fraktur/ Konfigurasi Tulang
5/21/2018 1. fraktur
8/35
1. Fraktur Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang(80-100odari sumbu tulang), memotong tegak lurus sumbu tulang.
2. Fraktur Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (100odari sumbu tulang), membentuk sudut terhadap sumbu
tulang.
3. FrakturLongitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang (sejajardengan sumbu tulang).
4. FrakturSpiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih,garis tulang berbentuk spiral.
5. Fraktur Comminuted/Kominutif, patah tulang komunitif adalahfraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen dan saling
berhubungan.
6. Fraktur Segmental, garis patah lebih dari satu tetapi tidakberhubungan.
7. Fraktur Multipel, garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yangberlaianan tempatnya.
8. Patah Tulang Impaksi, patah tulang impaksi adalah fraktur dimanafragmen tulang terdorong kefragmen tulang lainnya.
9. Patah Tulang Kompresi, patah tulang kompresi adalah frakturdimana tulang mengalami kompresi(terjadi pada tulang belakang).
10.Impresi
Gambar 4. Jenis Fraktur
5. Berdasarkan Pergeseran Fragmen Tulang1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)
5/21/2018 1. fraktur
9/35
Garis patah lengkap namun kedua fragmen tidak bergeser &
periosteum utuh.
2. FrakturDisplaced(bergeser)Terjadi pergeseran fragmen tulang juga disebut lokasi fragmen,
terbagi atas:
- Dislokasi ad latitudinem (dislokasi ke arah lintang)- Dislokasi ad longitudunem, tulang memanjang karena tarikan
terlalu besar (pergeseran searah sumbu)
- Dislokasi cum kontraktione, tulang memendek, umumnyadisebabkan tarikan dan tonus otot
- Dislokasi cum distractionem, misal pada patah tulang patelakarena tonus m. quadriseps femoris
- Dislokasi ad aksim/ angulasi, pergeseran yang membentuksudut, dislokasi ad aksim sering ditemukan pada tulang panjang
- Dislokasi ad peripheriam, dislokasi karena adanya rotasi- Patah tulang yang didapatkan interposisi jaringan lunak di
selanya
- Patah tulang avulsi, patah tulang dengan tarikan pada insersitendo otot atau ligamentum. (De Jong, 2003; Rasjad, 2007)
I.2.4. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
1.Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulangdi imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dancenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas.
5/21/2018 1. fraktur
10/35
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnyakarena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulangyang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagaiakibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
I.2.5. Diagnosis
a.AnamnesaBiasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur),
baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan
ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus
dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma
dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau
jatuh dari kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma
olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi
atau datang dengan gejalagejala lain (Rasjad, 2007).
b. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya :
1. Syok, anemia atau perdarahan2.
Kerusakan pada organorgan lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologisc. Pemeriksaan Lokal
1. Inspeksi (Look)- Bandingkan dengan bagian yang sehat-
Perhatikan posisi anggota gerak
5/21/2018 1. fraktur
11/35
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan- Ekspresi wajah karena nyeri- Lidah kering atau basah- Adanya tandatanda anemia karena perdarahan- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampaibeberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dankependekan
- Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma padaorgan lain
- Perhatikan kondisi mental penderita- Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)Palpasi dilakukan secara hati - hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Halhal yang perlu diperhatikan :
- Temperatur setempat yang meningkat- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superficial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus hatihati- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri
pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,
temperature kulit.
3. Pergerakan (Move)Pergerakan dengan meminta penderita menggerakan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
5/21/2018 1. fraktur
12/35
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
dinilai seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan
yang tidakmampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang
lingkup gerakan sendi), dan kekuatan. Apakah ada Functio laesa
(hilangnya fungsi) atau tidak.
4. Pemeriksaan neurologisPemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris
dan motoris serta gradasi kelainan neurologis. Kelainan saraf yang
didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan
patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan trauma di tempat lainMeliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien
dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol
ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan
circulation.
d. Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis :
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi- Untuk konfirmasi adanya fraktur- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen
serta pergerakannya
- Untuk menentukan teknik pengobatan- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-
artikuler
- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang- Untuk mengetahui adanya benda asing, misalnya peluru
5/21/2018 1. fraktur
13/35
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua,
yaitu :
- Dua posisi proyeksi (AP dan lateral)- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto (di atas
dan di bawah sendi yang mengalami fraktur)
- Dua anggota gerak- Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan
fraktur pada dua daerah tulang
- Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya frakturskafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya
diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
2. Pemeriksaan radiologis lainnya- Tomografi- CT Scan- MRI- Radioisotop scanning (Rasjad, 2007)
I.2.6. Penyembuhan Fraktur
1. Fase HematomaPerdarahan yang terjadi di sekitar patahan tulang yang disebabkan oleh
putusnya pembuluh darah pada tulang dan periost.
2. Fase Jaringan FibrosisHematom kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan
fibrosis dan vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan
fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan
fragmen tulang saling menempel. Jaringan yang menempelkan
fragmen patahan tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.
3. Fase Jaringan Kondroid dan OsteoidKe dalam hematom dan jaringan fibrosis tumbuh sel jaringan
mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel
kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar
tulang rawan, sedangkan di tempat yang jauh dari patahan tulang yang
vaskularisasinya relatif banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan
5/21/2018 1. fraktur
14/35
membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar tulang. Kondroid
dan osteoid awalnya tidak mengandung kalsium sehingga tidak
terlihat pada foto Rontgen.
4. Fase Pertautan KlinisPada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Hal ini
menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang. Pada foto
Rontgen, proses ini terlihat sebagai bayangan radio-opak, tetapi
bayangan garis patah tulang masih terlihat.
5. Fase Tulang LamelarWoven bone berubah lamellar bone (kalus berubah menjadi hard
kalus) dan fragmen menjadi solid.
6. Fase Konsolidasi/ Swapugar (fase union secara radiologik)Kalus yang berlebih mulai menghilang serta terbentuk tulang yang
normal atau mendekati normal. Kanalis medularis mulai terbentuk.
Sampai dengan stadium remodeling dibutuhkan waktu sekitar 1 tahun.
Namun pada anak, waktu yang dibutuhkan biasanya lebih cepat,
hingga setengah dari rata-rata waktu penyembuhan pada dewasa. Ini
dikarenakan periosteum anak-anak lebih tebal dan dapat menghasilkan
kalus dalam waktu singkat serta lebih banyak (De Jong, 2003)
Gambar 5. Proses Penyembuhan Fraktur
I.2.7. Waktu Penyembuhan Fraktur
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan
berhubungan dengan beberapa faktor penting pada penderita, antara lain :
1. Usia
5/21/2018 1. fraktur
15/35
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak lebih cepat dari orang
dewasa terutama karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum
dan endoesteun dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi yang sangat aktif dan makin berkurang apabila usia
bertambah.
2. Lokalisasi dan konfigurasi frakturLokasi fraktur memegang peranana penting, misalnya, fraktur
metafisis penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis. Selain itu
konfigurasi fraktur juga berpengaruh, misalnya fraktur transversal
lebih lambat penyembuhannya dari fraktur oblik karena kontak yang
lebih banyak.
3. Pergeseran awal frakturJika fraktur tidak bergeser dimana periosreum intak, maka
penyembuhan dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang
bergeser. Pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan
kerusakan periost yang lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmenVaskularisasi kedua fragmen yang baik biasanya mengahasilkan
penyembuhan tanpa komplikasi, namun apabila salah satu
vaskularisasinya jelek dan mengalami kematian, maka akan
menghambat terjadinya union bahkan mungkin mengalami nonunion.
5. Reduksi serta imobilisasiReposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi
yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna
akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akanmengganggu penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasiBila mobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum
terjadi union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat
besar.
7. Ruangan antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
5/21/2018 1. fraktur
16/35
Bila terdapat interposisi jaringan baik berupa periost, maupun otot
atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi
kedua ujung fraktur.
8. Adanya infeksiBila terjadi infeksi pada daerah fraktur, maka akan mengganggu
terjadinya proses penyembuhan.
9. Cairan sinoviaPada persendian dimana terdapat cairan synovial, maka cairan ini
merupakan penghambat terjadinya proses penyembuhan.
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerakGerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan mengingkatkan
vaskularisasi daerah fraktur, tapi gerakan y.ang dilakukan pada daerah
fraktur tanpa imobilisasi akan mengganggu vaskularisasi (Rasjad,
2007).
I.2.8. Penilaian Penyembuhan Fraktur
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union
secara klinis dan union secara radiologik. Pemeriksaan secara klinis
dilakukan dengan pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan
pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk
mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan
ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila
tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis terjadi union dari
fraktur.
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada
daerah fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkindapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada
kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau
ruangan dalam daerah fraktur (Rasjad, 2007).
I.2.9. Penyembuhan Abnormal pada Fraktur
Penyembuhan abnormal pada fraktur dapat disebabkan oleh
imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, interposisi dan gangguan
perdarahan setempat. Penyembuhanabnormal pada fraktur terdiri dari :
5/21/2018 1. fraktur
17/35
1. MalunionMalunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
rotasi, kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur
radius dan ulna.
2. Delayed unionDelayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu 3 - 5
bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota
gerak bawah).
3.NonunionApabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu).
Pseudoartritis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi disebut infected pseudoarthrosis.
Beberapa jenis nonunion terjadi memurut keadaan ujung ujung fragmen
tulang :
- Atropik : sama sekali tidak terbentuk kalus (avaskular)- Hipertropik : terbentuk jaringan fibrous (hipervascular)- Oligotropik : kalus yang terbentuk sedikit
I.2.10. Penatalaksanaan
1. PrinsipPrinsip Pengobatan Fraktur
a. Penatalaksanaan awal- Pertolongan pertama
Membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum
diangkut dengan ambulans.
- Penilaian klinisSebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian
klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma
pembuluh darah/syaraf ataukah trauma alat-alat dalam lain.
- Resusitasi
5/21/2018 1. fraktur
18/35
Jika pasien datang dalam keadaan syok dilakukan resusitasi
sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa
pemberian transfuse darah dan cairan lainnya serta obat-obat
anti nyeri (Rasjad, 2007).
b. Prinsip umum pengobatan frakturAda enam prinsip pengobatan fraktur :
- Jangan mencederai pasien- Pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan prognosisnya- Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus, yaitu dengan cara
menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari
fragmen, mengusahakan terjadinya penyembuhan tulang, dan
mengembalikan fungsi secara optimal
- Bekerja sama dengan hukum alam- Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan- Pemilihan pengobatan dengan memperhatikan setiap pasien
secara individu (De Jong, 2003; Rasjad, 2007)
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan
definitif, prinsip pengobatan ada empat (4R) :
- Recognition : diagnosis dan penilaian frakturPrinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan : lokalisasi fraktur, bentuk
fraktur, teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang
mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
- Reduction : reduksi fraktur apabila perlu.Posisi yang baik : alignment sempurna dan aposisi yang
sempurna. Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau
fragmen ke posisi semula (reposisi). Dengan kembali ke bentuk
semula, diharapkan bagian yang sakit dapat berfungsi kembali
dengan maksimal.
- Retention : tindakan mempertahankan hasil reposisi denganfiksasi (imobilisasi), Hal ini akan menghilangkan spasme otot
5/21/2018 1. fraktur
19/35
pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan
sembuh lebih cepat.
- Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsionalsemaksimal mungkin.
(Bucholz et al, 2006; Rasjad, 2007; Helmi 2011)
2. MetodeMetode Pengobatan Fraktur
a. Fraktur tertutup1. Konservatif- Proteksi semata mata (tanpa reduksi atau imobilisasi):
menggunakan sling (mitela). Indikasi : fraktur yang tidak
bergeser.
- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi): menggunakanplaster of Paris (gips) atau dengan bermacam macam bidai
dari plastik atau metal. Indikasi : fraktur yang akan
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan
- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna:menggunakan gips. Indikasi : bidai pada fraktur untuk
pertolongan pertama, imobilisasi sebagai pengobatan definitive
pada fraktur, imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis,
untuk alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang
kuat.
- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti denganimobilisasi : dengan traksi kulit dan traksi tulang.
- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi :dengan menggunakan alatalat mekanik seperti bidai Thomas,
bidai Brown Bohler, Bidai Thomas denganPearson knee flexion
attachment. Indikasi : bila reduksi tertutup dengan manipulasi
dan imobilisasi tidak memungkinkan; bila terdapat otot yang
kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai bawah yang
menarik fragmen; bila terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik,
fraktur spiral atau kominutif tulang panjang; fraktur vertebra
servikalis yang tidak stabil; fraktur femur pada anak-anak;
5/21/2018 1. fraktur
20/35
fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat dan terdapat
pergeseran yang tidak stabil; sesekali pada fraktur Colles. Empat
metode traksi yang digunakan : traksi kulit, traksi menetap,
traksi tulang, traksi berimbang dan traksisliding.
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna / perkutaneus denganK-wire
Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil,
maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire
perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler humeri pada
anak-anak atau fraktur colles.
3. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksternatulang
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan
oleh ahli bedah dan operasi dilakukan secepatnya (dalam satu
minggu). Alat alat yang dipergunakan dalam operasi yaitu
kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan plate, pin
Kuntscher intrameduler, pin rush, pin Steinmann, pin Trephine,
plate and screw smith Peterson, pin plate telekospik, pin Jewett
dan protesis. Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun
hidup dapat pula digunakan bonegraft baik autograft/allograft
untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur yang nonunion.
a. Reduksi terbuka dengan fiksasi internaIndikasi :
-Fraktur Intraartikuler (fraktur maleolus, kondilus, olekranon,patella)
-Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan (fraktur radiusdan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak
stabil)
-Jika ada interposisi jaringan diantara kedua fragmen-Bila diperlukan fiksasi rigid (fraktur leher femur)
5/21/2018 1. fraktur
21/35
-Fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baikdengan reduksi tertutup (fraktur monteggia dan fraktur
Bennet)
-Fraktur terbuka-Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna
sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat (fraktur pada
orang tua)
-Eksisi fragmen yang kecil-Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami
nekrosis avaskuler (fraktur leher femur pada orang tua)
-Fraktur avulsi (kondilus humeri)-Fraktur epifisis tertentu pada Grade III dan IV (Salter Harris)pada anak
-Fraktur multiple (fraktur pad tungkai atas dan bawah)-Untuk mempermudah perawatan penderita (fraktur vertebra
tulang belakang yang disertai paraplegia)
Gambar 6. Fiksasi Internal
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternaIndikasi :
-Fraktur terbuka grade II-III-Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang
hebat
-Fraktur dengan infeksi atau pseudoartrosis
5/21/2018 1. fraktur
22/35
-Fraktur yang miskin jaringan ikat-Kadangkadang pada fraktur tungkai bawah penderita DM
Gambar 7. Fiksasi eksternal
4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesisPada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya
terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh
karena itu dilakukan pemasangan protesis yaitu alat dengan
komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang
nekrosis.
b. Fraktur terbukaFraktur terbuka merupakan keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi.
Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan
fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang
penting untuk dilakukan dalam penatalaksanaan fraktur terbuka
yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, hati-hati, debridement
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone
grafting yang dini serta pemberian antibiotik yanga adekuat.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka :
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang
dapat menyebabkan kematian
5/21/2018 1. fraktur
23/35
3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, sebelum dansetelah operasi
4. Segera dilakukan debridement dan irigasi yang baik5. Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya6. Stabilisasi fraktur7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena (Rasjad, 2007)
I.2.11. Komplikasi Fraktur
a. Komplikasi segera, terjadi saat terjadinya patah tulang atau segerasetelahnya.
1. Lokal-Kulit : abrasi, laserasi, penetrasi-Pembuluh darah : robek-Sistem saraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan
sensorik
-Organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa (pada fraktur costae),kandung kemih (pada fraktur pelvis)
2. Umum-Rudapaksa multiple-Syok : hemoragik, neurogenik
b. Komplikasi dini, terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian.- Nekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena,
infeksi sendi, osteomielitis umum
- ARDS, emboli paru, tetanusc. Komplikasi lambat, terjadi lama setelah fraktur.
1. Lokal-Sendi : ankilosis fibrosa, ankilosis osal-Tulang : gagal taut/taut lama/salah taut, distrofi reflek, osteoporosispasca trauma, gangguan pertumbuhan, osteomyelitis, patah tulang
ulang
-Otot/tendo : penulangan otot, rupture tendo
5/21/2018 1. fraktur
24/35
-Saraf : kelumpuhan saraf lambat2. Umum-batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur). (De Jong,
2003)
5/21/2018 1. fraktur
25/35
BAB II
LAPORAN KASUS
Pasien baru dengan post kecelakaan lalu lintas dalam keadaan sadar
Airway : Sumbatan jalan napas (-)
Breathing : RR: 20 kali/menit (tidak didapatkan tanda-tanda gangguan
pernapasan)
Circulation : TD: 120/80 mmHg
N : 80 kali/menit (reguler, kuat angkat)
Disability : GCS: 15 Pupil: IsokorSetelah airway, breathing, dan circulation dipastikan clear, maka pemeriksaan
selanjutnya dapat dilakukan lebih lanjut.
II.1. Identitas PasienNama : Sdr. E
Umur : 22 tahun
Tanggal Lahir : 30 Januari 1992Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Link Berokan 05/06 Bawen, Ambarawa Kab.
Semarang
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal Masuk : 19 Maret 2014
No. CM : 155100-2014
II.2. AnamnesaAutoanamnesa dilakukan di Bangsal Melati RSUD Ambarawa pada hari
Jumat, 21 Maret 2014
Keluhan Utama :
Nyeri pada pundak kiri
5/21/2018 1. fraktur
26/35
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa langsung setelah kecelakaan
terjadi, saat dibawa pasien tampak kesakitan, lengan atas bagian kiri tidak
bisa digerakan, terdapat luka terbuka di bagian lengan atas kiri, terdapat
beberapa luka lecet di bagian lengan kiri bawah. Pasien mengaku posisi
jatuh dari motor miring kearah kiri. Pada saat jatuh pasien tidak pingsan
dan masih ingat saat kejadian berlangsung. Kepala tidak terbentur. Tidak
ada perdarahan yang terjadi. Pasien menyangkal adanya pusing, nyeri
kepala, mual dan muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumya. Riwayat
trauma sebelumnya (-), riwayat kencing manis (-), riwayat darah tinggi (-
),alergi (-), riwayat penyakit tulang (-), riwayat operasi sebelumnya (-),
riwayat kelainan darah (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat kencing manis (-), riwayat darah tinggi (-), riwayat alergi (-),
riwayat penyakit tulang (-), riwayat kelainan darah (-).
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum melakukan pengobatan sebelumnya.
II.3. Pemeriksaan Fisik1. Status generalisata
a. KU : tampak sakit sedangb. Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6c. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg- Nadi : 80x/menit- Respirasi : 20x/menit- Suhu : 37o C
d. Kepala : Mesocephal, rambut hitam, pendek, lurus, tidakmudah dicabut, hematom (-), jejas (-)
5/21/2018 1. fraktur
27/35
e. Mata : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), pupilisokor, reflek cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)
f. Hidung : Sekret (-), mimisan (-), nafas cuping hidung (-)g. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), pembesaran tonsil (-)h. Telinga : Discharge (-), luka (-)i. Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-) , JVP
meningkat (-)
j. ThoraksPulmo : I : Normochest, dinding dada simetris
P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas bawah ICS V linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-
k. Abdomen : I : DatarA : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar & lien tidak
teraba membesar, nyeri ketok CVA (-/-)
P : Timpanil. Ekstremitas
- Superior dekstra : edema (-), deformitas (-), jejas (-), akraldingin (-), nyeri gerak aktif dan pasif (-)
- Superior sinistra : lihat status lokalis- Inferior dekstra et sinistra : edema (-), deformitas (-),
jejas (-), akral dingin (-), nyeri gerak aktif dan pasif (-)
5/21/2018 1. fraktur
28/35
2. Status LokalisRegio clavicula sinistra
Look : edema (+), deformitas (+), VL di 1/3 medial clavicula
Feel : teraba hangat, nyeri tekan (+), nadi dan suhu distal (dbn)
Movement : nyeri gerak aktif dan pasif (+), functio laesa (+)
II.4. Diagnosis Banding1. Fraktur tertutup os clavicula sinistra 1/3 medial2. Dislokasi sendi glenohumerus
II.5. Pemeriksaan PenunjangHasil pemeriksaan laboratorium tanggal 20 Maret 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
darah rutin :
Hemoglobin 13,2 12,016,0 g/dl
Leukosit 8,6 4,010 ribu
Eritrosit 4,86 4,25,4 juta
Hematokrit 40,5 3743 %
Trombosit 215 200400 ribu
MCV 83,3 8090 mikro m3
MCH 27,2 2734 pg
MCHC 32,6 3236 g/dl
RDW 12,4 1016 %
MPV 7,8 711 mikro m3
Limfosit 0,9 1,73,5 10 /mikroL
Monosit 0,3 0,20,6 10 /mikroL
Granulosit 7,4 2,57 103/mikroL
Limfosit % 10,0 2535 %
Monosit % 4,0 46 %
5/21/2018 1. fraktur
29/35
Granulosit % 86,0 5080 %
PCT 0,108 0,20,5 %
PDW 15,0 1018 %
Golongan Darah B
Clotting Time 3:00 3-5 (menit:detik)
Bleeding Time 2:00 1-3 (menit:detik)
Kimia Klinik
SGOT 36 < 47 IU/L
SGPT 36 < 39 IU/L
Serologi
HBsAg Non Reaktif NON REAKTIF
Hasil pemeriksaan rontgen tanggal 19 Maret 2014
II.6. Diagnosa KerjaFraktur os clavicula sinistra 1/3 medial, transversal, complete, tertutup,
non komplikata
Fraktur os clavicula sinistra 1/3 medial, transversal, complete, tertutup, non
5/21/2018 1. fraktur
30/35
II.7. PenatalaksanaanFarmakologi
- Infus RL 20 tpm- Inj Ketorolac 2x30 mg- Inj Ranitidin 2x 1 amp- Inj Cefotaksim 2x 1 gr
Non farmakologi
- Pemasangan spalk/bidai
II.8. PrognosisDubia ad bonam
5/21/2018 1. fraktur
31/35
BAB III
ANALISIS KASUS
III.1. S (Subjective)
Pasien bernama Sdr. E datang ke IGD RSUD Ambarawa setelah
kecelakaan dari motor. Pasien mengeluh nyeri hebat dan terdapat luka
terbuka pada bahu kiri dan tidak bisa digerakkan. Terdapat luka lecet di
bagian lengan kiri bawah. Pasien terjatuh dengan posisi miring ke arah kiri.
Nyeri dan adanya luka terbuka disebabkan karena adanya reaksiinflamasi akibat adanya trauma di daerah bahu kiri.
Lengan kiri pasien tidak dapat digerakkan karena terbatasnya ruanggerak akibat nyeri yang timbul diakibatkan oleh trauma dapat terjadi
kemungkinan adanya fraktur di bagian bahu kiri.
Kemungkinan adanya fraktur di daerah bahu kiri karena posisi jatuhmiring kekiri dan menopang berat badan pasien, sehingga pada bagian
tersebut terdapat beban yang lebih berat.
Pada saat jatuh pasien masih sadar, tampak kesakitan dan masih ingat
saat kejadian. Kepala pasien tidak terbentur, tidak mual, tidak muntah, tidak
pusing. Terdapat perdarahan di daerah bahu kiri, dilakukan penjahitan di
IGD untuk menghentikan perdarahan.
Hal ini ditanyakan untuk dapat menyingkirkan adanya gangguanneurologis yang dialami pasien post jatuh.
III.2. O (Objective)
Pasien Sdr. E merupakan pasien post trauma, maka saat pasien
pertama kali datang ke IGD yang dinilai adalah Airway, Breathing dan
Circulation. Pada Airway Sdr. S dianggap clear karena dapat berbicara
dengan baik. Breathing dianggap clear karena didapatkan RR : 20 x/menit
(dalam batas normal) dan tidak terdapat tanda-tanda gangguan pernapasan.
Circulation juga dianggap clear, berdasarkan hasil pemeriksaan
5/21/2018 1. fraktur
32/35
didapatkan kesadaran compos mentis, warna kulit tidak pucat, nadi 80
kali/menit (reguler, kuat angkat), tekanan darah 120/80 mmHg. Setelah
airway, breathing, dan circulation dipastikan clear, maka pemeriksaan
selanjutnya dapat dilakukan lebih lanjut.
Status Lokalis :Regio clavicula sinistra
- Look : edema (+), deformitas (+), VL di 1/3 medialAdanya edema dan deformitas menimbulkan adanya kecurigaan
adanya fraktur pada daerah bahu kiri. VL pada daerah bahu kiri
menunjukkan telah terjadinya cedera atau trauma pada daerah
tersebut.
- Feel : teraba hangat, nyeri tekan (+), nadi dan suhu distal (dbn)Nyeri tekan dan rasa hangat pada daerah luka yang dirasakan oleh
pasien merupakan suatu respon tubuh yang terjadi pada keadaan
pasca trauma, sehingga jaringan tubuh mengalami inflamasi dan
mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan
gejala berupa nyei tekan dan rasa hangat pada daerah luka.
- Movement : nyeri gerak aktif dan pasif (+),function laesa (+)Pada penialaian kemampuan pergerakan yang dilakukan kepada
Sdr. E didapatkan bahwa pasien tidak dapat menggerakan tangan
kirinya dan terdapat rasa nyeri pada saat pergerakan baik aktif
maupun pasif, hal tersebut mendukung kecurigaan bahwa telah
terjadi fraktur pada Sdr. E.
Dari pemeriksaan fisik kita mencurigai bahwa pasien mengalamifraktur pada bahu kiri, namun untuk memastikan jenis fraktur serta tulang
mana yang terkena, perlu dilakukan pemeriksaan rontgen. Selain itu rontgen
juga diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang akan dilakukan dan
evaluasi penatalaksanaan selanjutnya. Setelah dilakukan pemeriksaan
Rontgen didapatkan kesan bahwa pasien mengalami fraktur os clavicula
sinistra 1/3 medial, complete, tertutup non komplikata.
5/21/2018 1. fraktur
33/35
III.3. A (Assesment)
Fraktur os clavicula sinistra 1/3 medial,transversal, complete, tertutup
non komplikata.
III.4. P (Planning)
Farmakologi
- Infus RL 20 tpmRinger Laktat merupakan salah satu cairan kristaloid yang bersifat
isotonik yaitu cairan yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum tubuh. Komposisi RL terdiri dari Na+(130 mEq/L), Cl-
(109 mEq/L), Ca2+ (3 mEq/L), dan laktat (28 mEq/L). osmolaritasnya
sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1000 ml.
- Inj Ketorolac 2x30 mgKetorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid
(NSAID), yang biasa digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti
inflamasi. Indikasi penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut
dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari. Obat ini
menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat
menjadi PG2 terganggu. Ketorolak merupakan penghambat
siklooksigenase yang non selektif. Selain menghambat sintese
prostaglandin, juga menghambat tromboksan A2.
- Inj Ranitidin 2x1 ampRanitidin merupakan antagonis histamin reseptor H2 (antagonis H2)
menghambat kerja histamin pada semua reseptor H2yang penggunaan
klinisnya ialah menghambat sekresi asam lambung, dengan menghambat
secara kompetitif ikatan histamin dengan reeseptor H2, zat ini
mengurangi konsentrasi cAMP intraseluler sehingga sekresi asam
lambung juga dihambat.
- Inj Cefotaksim 2x1 grCefotaxime adalah antibiotik spektrum luas golongan sefalosporin
generasi ketiga yang mempunyai efek bakterisidal dengan cara
5/21/2018 1. fraktur
34/35
menghambat sintesis mukopeptida dinding sel bakteri. Cefotaxime
merupakan pilihan lini pertama terhadap bakteri yang resisten terhadap
penisilin karena cefotaxime stabil terhadap hidrolisis beta-laktamase.
Non farmakologi
- Pemasangan spalk/bidaiPembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma
sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian
tubuh yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu
benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang. Di pasang
dengan cara melewati dua sendi yaitu sendi siku dan sendi pergelangan
tangan.
5/21/2018 1. fraktur
35/35
DAFTAR PUSTAKA
Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's
Fractures in Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331
Buranda Theopilus et. al. 2011. Osteologi dalam : Diktat Anatomi
Biomedik I. Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011. Hal 4-7
De Jong, Wim dan Sjamsyuhidayat, R. 2003.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Helmi ZN. 2011.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika. p 411-55
Nayagam S. 2010.Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick
D, Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition.
London: Hodder Education. p687-732
Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi Ketiga. Jakarta:
Yasif Watampone