Post on 05-Apr-2020
transcript
Sindrom Lobus Temporal
a. Fungsi Lobus Temporal
Lobus temporalis tidak memiliki fungsi yang satu, karena dalam lobus
temporalis terdapat primary auditory cortex, the secondary auditory, dan
visual cortex, limbic cortex, dan amygdala. Tiga fungsi basis dari korteks
temporal adalah memproses input auditori, mengenali objek visual, dan
penyimpanan jangka lama dari input sensori, ditambah dengan fungsi
amigdala, yaitu nada afeksi (emosi) pada input sensori dan memori. Beberapa
fungsi lainnya adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Fungsi lobus temporalis.3
Fungsi Keterangan Kemampuan bicara
diatur pada bagian sebelah kiri temporal, terdapat zona bahasa atau berbicara bernama Wernicke. Area ini mengontrol proses termasuk komprehensif dan memori verbal.
Memori mengatur retensi memori jangka panjang berupa fakta, kejadian, orang, dan tempat
Membaca memproses suara dan kata-kata tertulis menjadi suatu informasi sehingga menjadi ingat.
Respon emosi
berasal dari amygdala didalam lobus temporalis
Respon auditori
primary auditory cortex(terletak pada Heschl’s gyri) bertanggung jawab untuk merespon frekuensi suara yang berbeda untuk lokalisasi suara. Bagian ini bertugas untuk peka terhadap suara.
Pemrosesan visual
memunculkan perasaan yakin dan insight.
Fungsi penciuman
tugas dari lobus olfaktori untuk identifikasi informasi.
Epilesi Lobus Temporal
a. Definisi
Epilepsi lobus temporal berdasarkan ILAE 1989 termasuk dalam localized-related
symptomatic epilepsy. Pada ELT bangkitan kejang dapat berasal dari lobus temporal
baik struktur mesial dan atau neokortikal.
b. Gejala klinis
Bangkitan yang berasal dari lobus temporal memiliki onset yang lebih bertahap,
gejala dapat berkembang dalam waktu lebih dari satu menit, dengan durasi bangkitan
lebih panjang dan terdapat periode pascaiktal. Beberapa pasien akan mengalami
gejala preictal yang berlangsung beberapa menit, jam, hingga hari dapat berupa sakit
kepala, perubahan kepribadin, mudah marah, cemas, atau gugup.
Pada ELT bangkitan seringkali didahului oleh aura, dapat berupa aura viseral,
sefalik, pengecapan, penciuman, dan pendengaran. Aura dapat terjadi beberapa detik
hingga 1-2 menit sebelum hilangnya kesadaran. Pada ELT mesial, aura epigastric
merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, yaitu berupa rasa tidak nyaman, di
daerah epigastrium yang berhubungan dengan gejal otonom (warna kulit, denyut nadi,
tekanan darah, diameter pupil, piloereksi). Aura eksperiental dan psikis seperti deja-
vu (perasaan akrab) yang sering ditemukan pada ELT dengan focus temporal kanan.
Sedangkan pada ELT kiri dapat berupa menggigil dan merinding. Aura pendengaran
menunjukan fokus pada lobus temporal lateral. Halusinasi penciuman atau
pengecapan jarang ditemukan, namun biasanya berhubungan dengan keterlibatan dari
kortek entorhinal atau insula.
Mengikuti aura, bangkitan dapat berkembang menjadi bangkitan kompleks.
Bangkitan kompleks lobus temporal mesial dapat berupa motor arrest, oroalimentary
automatism (lip smacking, mengunyah, menelan), atau automatisme de novo dapat
terjadi spontan, berupa fenomena “release” yaitu aksi yang secara normal dihambat
atau fenomena “reaktif”apabila terjadi reaksi terhadap stimulus eksternal. Contoh
pasien minum dari gelas yang diletakkan di tangan atau mengunyah permen karet
yang diletakkan di mulut. Automatisme preservative berupa kelanjutan dari tindakan
motor konmpleks yang dimulai sebelum onset bangkitan, misalnya membuka
membuka dan menutup pintu berulang kali. Automatisme ditemukan pada hamper 2/3
bangkitan parsial kompleks yang berasal dari lobus temporal mesial. Bangkian lobus
temporal biasanya ditandai oleh fase pascaiktal yang lebih panjang dan konfusi.
Referensi :Aswar, A. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi epilepsi lobus temporal potensial resisten
obat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Candra, E dan Devie, WC. (2015). Temporal lobe syndrom. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.